KARAKTERISTIK PUSAT PEMERINTAHAN HINDU BUDHA DI SUMATERA



     Agama Hindu-Buddha masuk ke Nusantara diperkirakan sejak abad ke-2 M, agama ini terus berkembang dan mempengaruhi segala kegiatan masyarakat Nusantara yang sebelumnya memiliki kepercayaan animism dan dinamisme. Ajaran hindu-buddha terus berkembang sampai abad ke-5 M, hal ini di buktikan dengan adanya berdirinya Kerajaan Kutai. Dimana Kerajaan Kutai ini merupakan kerajaan tertua penganut agama Hindu yang diyakini sampai sekarang menjadi kerajaan pertama di Nusantara, besarnya pengaruh Agama Hindu-Buddha terus berkembang bahkan sampai ke Sumatera sekitar abad 6-7 M. hal ini juga dibuktikan dengan adanya Kerajaan Sriwijaya di Sumatera Selatan (Nastiti,2014), Kerajaan Melayu di Muaro Jambi, Kerajaan Panai di Sumatera Utara, dan Kerajaan Damasraya di Sumatra Barat.

Peradaban Hindu-Buddha terus berkembang di Sumatera dengan adanya berbagai situs peninggalan yang ditemukan di berbagai wilayah sumatera. Jambi sendiri di temukan situs Candi Muara Jambi, dimana banyak di temukan berbagai candi dan menapo yang di duga struktur candi. Eksistensi kerajaan yang ada di sumatera ini juga di buktikan dengan ditemukanya berbagai situs arkeologis berupa candi, Artefak, sampai Arca, adanya peninggalan ini menandakan bahwa kebudayaan agama Hindu-Buddha berkembang pesat di Sumatera. Situs Candi Muara Jambi di temukan berdekatan dengan Sungai Batang Hari, Candi Bahal di Sumatra Utara berdekatan dengan Sungai Batang Pane, Candi Pulau Sawah dan Padang Roco di Damasraya Sumatra Barat juga berada dekat dengan Hulu Sungai Batang Hari, serta Kerajaan Sriwijaya yang berdekatan dengan Sungai Musi. Dekatnya situs peninggalan candi dengan sungai, mengindikasikan bahwa sungai tidak bisa terlepas dari peradaban manusia pada saat itu, bahkan di KCBN Muara Jambi di temukan kanal dengan panjang kiloan meter. Fungsi sungai dalam buku Peradaban Masa Lalu Sumatera Selatan yang ditulis oleh Indriastuti, dkk ( 2015) di jelaskan bahwa sungai menjadi modal trasnportasi pada masa lalu. Selain itu kanal pada Candi Muara Jambi selain menjadi modal transportasi juga menjadi pengendali dan irigasi. Yang di maksud dengan kanal sebagai pengendali adalah daerah sepanjang Sungai Batang Hari akan mengalami situs banjir musiman per 5 atau 10 tahun sekali, sehingga dengan adanya kanal akan membantu mengurangi banjir yang terjadi. Selain itu juga berfungsi sebagai irigasi guna memenuhi kebutuhan air untuk kehidupan sehari-hari sampai pertanian.



    Candi peninggalan masa kerajaan Buddha semuanya berada di tepi sungai, yang berarti mengindikasikan bahwa sungai tidak lepas dari peradaban pada masa itu, bahkan pada masa itu mereka melakukan anomali pada sungai yaitu terjadi pada sungai Batang Pane Sumatera Utara dan hulu Sungai Batang Hari di Damasraya yang sungainya di buat lurus aliranya dengan cekungan yang tajam akibat kebudayaan masyarakat pada daerah dekat candi. Adanya anomali pada sungai ini menandakan bahwa pada masa itu masyarakat sangat membutuhkan sungai dalam kehidupanya sampai menggali sungai baru untuk mendekatkan dengan candi yang mereka buat. Sedangkan pada Taman Purbakala Sriwijaya Sumatera Selatan di buat kanal yang lurus membelah daratan untuk mempermudah dan dapat di manfaatkan dalam berbagai hal, untuk kepentingan pastinya belum di jelaskan. 

    Selain terjadi anomali sungai dan pembuatan kanal, peninggalan berupa candi juga memiliki karakteristik budaya Hindu Buddha yang kental. Baik ajaran Hindu maupun Buddha, khususnya ajaran Buddha Mahayana mengenal konsep Mahameru. Menurut Sarjanawati (2010), Mahameru atau gunung meru menjadi pusat jagad raya (Mandala). Gunung ini menjadi tempat tinggal para dewa, gunung ini dikelilingi oleh 4 gunung yang dipisahkan oleh 4 samudera susu yang menghasilkan air yang suci. Adanya konsep ini menjadikan bentuk arsitek candi berbentuk segi empat. Selain itu candi di muara jambi juga memiliki pagar, ada yang memiliki 2 pagar juga yaitu bagian dalam dan bagian luar. Selain itu juga untuk memasuki kawasan candi harus melewati pintu masuk atau gerbang utama, yang di halaman depanya biasanya terdapat Dwarapala. Selain itu juga candi di muara jambi ini memiliki parit, karena adanya banjir tahunan sehingga parit digunakan untuk menampung air. Candi yang terdapat di KCBN Muara Jambi juga berada di sebelah timur dari Bukit Sengalo yang menjadi pusat mahameru di Muara Jambi
    
    Kebudayaan dan peradaban pada masa Hindu Buddha di Sumatera juga diyakini terus berkembang dengan di temukanya berbagai macam peninggalan pada masa kerajaan. Selain candi, arca, dan artefak, di kawasan Candi Muara Jambi juga di temukan tiga kolam, yaitu kolam Pemandian Ayam, kolam Sangkar Ikan, dan Kolam Talago Rajo. Adanya kola mini mengindikasikan juga kebiasaan masyarakat pada saat itu selain sebagai penegendali juga sebagai aktivitas harian. Selain itu, dekatnya sungai terhadap kawasan candi tidak bisa dilepaskan dengan kebudayaan. Hal ini terbukti dengan ditemukanya berbagai macam artefak dari dinasti tang dan sun dari china di kawasan KCBN Muara Jambi, yang bisa di gunakan sebagai data bahwa pada masa itu masyarakat sudah melakukan transaksi jual beli. Selain itu dengan ditemukan arca Prajna Paramita di Candi Gumpung mengindikasikan bahwa candi Muara Jambi juga menjadi tempat pembelajaran para biksu pada masa itu.

Sumber : Indriastuti.K.,S.M.Siregar.,R.Purwanti.,M.N.Fahrozi.,A.Novita.,B.Wiyana.,W.R.Andhifani.,Ami                   lda.,D.Irwanto.,B.Rudito., dan Saharudin.Peradaban Masa Lalu Sumatera Selatan”.Palembang :              Balai Arkeologi Palembang. 

Nastiti.T.S.”Jejak-Jejak Peradaban Hindu-Buddha Di Nusantara”.Kalpataru, Majalah Arkeologi.Vol             23(1) : 35-49. 

Sarjanawati.S.W.2010.”Arca Dwarapala Pada Candi-Candu Buddha Di Jawa Tengah”. Paramita.Vol            20(2): 158-168


Komentar